PENDEKATAN PLURALISTIK RELIGIOUS

- Pluralistik memiliki makna keberagaman atau kemajemukan. Dalam konsep

kemajemukan, terdapat pandangan bahwa selain kebenaran agama yang dianut oleh
seseoang, agama-agama yang lain juga memiliki kebenarannya sendiri. Konsep
pluralistik muncul pada masa pencerahan abad ke-18 M di Eropa lalu pada abad ke-20
berkembang hingga masuk ke dunia Islam.

- Pluralistik memiliki ciri-ciri yaitu, mengandung pengertian bahwa dalam kehidupan
bersama dilandasi oleh sikap inklusif, sikap pluralistik tidak bersifat sektarian dan
eksklusif, sikap pluralistik tidak bersifat formalistik belaka, sikap pluralistik mengarah
pada tindakan konvergen bukan divergen, sikap pluralistik tidak bersifat ekspansif,
bersikap toleran, sikap pluralistik bersifat akomodatif.

- Sikap Pluralisme agama dalam perspektif Islam, tidak ada satu ayat pun dalam al-
Qur'an dan tidak ada satu hadits pun yang mengobarkan semangat kebencian,
permusuhan, pertentangan atau segala bentuk perilaku negatif, represif yang
mengancam stabilitas dan kualitas kedamaian hidup. Tidak boleh ada paksaan bagi
seseorang untuk memeluk suatu agama atau pindah agama, orang juga dibebaskan
apabila memilih tidak beragama. Karena jalan yang benar dan yang salah sudah
dibentangkan Tuhan. Allah melarang umat Islam mencaci maki sesembahan pemeluk
agama lain [Al-Qur'an 6:108]. Dalam hadits disebutkan Islam mengharuskan berbuat
baik dan menghormati hak-hak tetangga, tanpa membedakan agama tetangga tersebut.
Sikap menghormati itu dihubungkan dengan iman kepada Allah, dan iman kepada hari
akhir.

- Ada empat prinsip pluralistik yang penting dan tepat dalam menuju kebenaran dan
kesatuan, yaitu: Pertama, mewasdai adanya dikotomi. Kedua, tidak menganggap orang
lain sebagai “yang lain” (the others). Ketiga, mentransendensikan kesalahan. Keempat,
berfikir secara proses.

posted under | 1 Comments

Pendekatan Mistis dan Sufistik dalam Studi Islam

Pengetahuan mistis ialah pengetahuan yang diperoleh tidak melalui indera dan bukan melalui rasio. Pengetahuan ini diperoleh melalui rasa dan hati. Yang menjadi objek pengetahuan mistis ialah objek yang abstrak-supra-rasional, seperti alam gaib, Tuhan, malaikat, surga, neraka dan jin.  Tasawuf, sebagai aspek mistisme dalam Islam, pada intinya adalah kesadaran akan adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat dengan Tuhan, yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah kepunyaanNya. Segala eksistensi yang relatif dan nisbi tidak ada artinya di hadapan eksistensi yang absolut. Tidak dapat dipungkiri, pada perkembangannya, dalam ajaran-ajaran sufisme terdapat – atau setidaknya dianggap – penyimpangan-penyimpangan dari ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah, dan tidak relevan dengan kehidupan manusia modern, sehingga memunculkan kontroversi yang di kalangan umat Islam.  Jadi, sebagai kesimpulan akhir, sufisme memiliki relevansi yang sangat signifikan di tengah-tengah habitan kemajuan ilmu dan teknologi kehidupan masyarakat Indonesia modern.

posted under | 0 Comments
Newer Posts Older Posts Home
Powered by Blogger.

Translate my blog in ur language \(ˆ▽ˆ)/

Popular Posts of My Blog

Followers

Blog Archive

Who Am I ?


Recent Comments